“Agar Anak Menjadi Pribadi Tangguh di Era Digital” 7 Pilar Pengasuhan (Bagian 1)
7 Pilar Pengasuhan “Agar Anak Menjadi Pribadi Tangguh di Era Digital”
Bersama Bunda Elly Risman
Menyaksikan beliau untuk kedua kalinya adalah rejeki dan rahmat yang tak terhingga buatku. Terima kasih sebelumnya untuk Kak As yang mengajak serta membelikan tiket buatku jauh hari. Jazakillaah khairan katsira.
Bunda Elly dengan ketulusan dan semangat yang sama seperti kurang lebih 8 tahun silam aku mengikuti seminarnya, berdiri tegak diawali dengan pemaparan riset terbarunya mengenai tanoh endatu bahwa tidak ada satu sekolah SMA pun di Banda Aceh yang tidak memiliki siswi hamil di luar nikah.
Beliau turun sendiri mengadakan riset bersama tim yang berada di Aceh, dengan merogoh kocek sendiri hari itu. Mulai jam 10 malam diantar oleh sahabat beliau keliling nyaris seluruh warnet di Banda Aceh hingga subuh Minggu. Beliau berhenti untuk menyeruput kopi di salah satu warkop dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri anak-anak baru keluar dari warnet-warnet tersebut menjelang subuh. Kemana orangtua mereka?
Setelah terjadi kasus Ariel, beliau menjajarkan langkah ke tanah kelahiran dengan gundah dan cemas sebagai seorang ibu dan hasil riset tersebut menyatakan bahwa Aceh darurat pornografi.
Kenapa ini bisa terjadi? Apakah itu anak kita? Engkaukah itu buah hatiku?
Di akhir pemaparan Bunda Elly akan memberikan contoh konkret mengenai kendi jiwa yang kempot, pemaparan dimulai dari sini… Kenapa jiwa anak-anak kita bisa kosong? Karena tidak tegaknya 7 pilar pengasuhan;
- Kesiapan menjadi orangtua
– Sejauh mana anda dipersiapkan menjadi suami/istri, ayah/ibu?
– Bagaimana ceritanya dulu anda bisa menikah?
– Sepakat punya anak berapa?
– Apakah anda keduanya bekerja?
– Siapakah yang mengasuh anak-anak anda?
– Cukupkah terpenuhi kebutuhan rasa, jiwa, dan spiritual untuk mereka?
Mari memahami SIAPA ANAK kita
- Anak-anakmu bukan pilihanmu, mereka menjadi anakmu bukan karena pilihan mereka tapi karena takdir Allah (Q:S 28:78, 42:49:50). Anak yang kita lahirkan tidak pernah bisa kita order. Semisal matanya, ingin rambut yang keriting dan sebagainya, ingin mirip ayah atau ibunya, atau uwaknya, tidak bisa diatur.
- Karena apa yang Allah takdirkan untukmu maka wajib bagimu untuk menunaikannya (Q.S:8: 27-28).
Anak selain menjadi buah hati dan kebanggaan yang senantiasa menjadi buah bibir ayah ibunya saat duduk- duduk mengobrol dengan orang lain, anak juga bisa menjadi ujian dan musuh jika kita salah mengasuh.
Cara kita mengasuh anak kita seringkali dengan cara otomatis. Apa yang dulu kita dapatkan otomatis kita turunkan kembali tanpa ada ilmu. Mulai sekarang pengasuhan otomatis ganti dengan pengasuhan dengan penuh kasih sayang, cinta, dan ilmu.
Bunda Elly sendiri dulu disiapkan oleh orangtuanya untuk menjadi seorang istri mulai kelas 1 SMP. Kelas 1 SMP anak sudah boleh dibekali persiapan pra-nikah.
Cara kita mengasuh anak kini:
– Merasa anak milik kita,
– Kita bisa melakukan apa saja sekehendak hati kita,
– Tidak memahami cara kerja otak anak lelaki dan anak perempuan,
– Tak sengaja memperlakukan mereka tak patut secara usia, keunikan, tahap perkembangan, cara otak bekerja, dan aturan agama,
– Anak sering menjadi pelampiasan masalah orangtua,
– Tidak menyadari bahwa anak adalah milik Allah.
Pilar 1
– Kenali pasangan lebih jauh
– Selesaikan inner child yang memengaruhi seluruh peran dan cara mengasuh anak.
– Pahami cara kerja otak yang berbeda antara lelaki dan perempuan,
– Perbarui peran dan tanggung jawab suami istri
– Penuhi peran sebagai ayah dan ibu.
Pada bab innerchild Bunda Elly menerangkan lebih dalam, bahwa kita semua memiliki inner child. Ada jiwa kekanakan yang terperangkap dalam tubuh kita orang dewasa. Inner child within you. Contoh konkretnya Bunda Elly memiliki dua saudara kandung yang meninggal. Masa kecilnya banyak mengalami kehilangan. Yang paling membuat shock adalah adik yang paling dekat dengan Bunda Elly sendiri meninggal saat Bunda Elly masih SD. Selama ini yang sakit adalah Kakek beliau, ketika suatu hari Bunda Elly dijemput pulang ke rumah saat sedang di sekolah, beliau menyaksikan di rumah sudah ramai para pelayat. Tapi jenazah yang terbujur kaku di hadapannya hanya seukuran guling, beliau tidak percaya bahwa yang meninggal adalah adik beliau. Rasa kehilangan yang dalam ini terbawa ketika beliau sudah memiliki anak. Ketika anak beliau sakit, kecemasan datang menghantui. Ada innerchild yg menguasai diri beliau yang saat itu sudah berusia 26 tahun. Anak hanya demam karena imunisasi tapi paniknya serasa akan kehilangan lagi sebagaimana perasaan ketika usia 8 atau 9 tahun dulu.
Kita harus berdamai dengan masalalu. Putuskan, relakan, maafkan apa saja yang telah terjadi di masa lalu. Parenting is about wiring. Setiap info-info yang masuk ke otak akan diproses melalui kabel-kabel yang terhubung di dalam otak. Anda perlu mengambil nafas dalam dan mengeluarkannya dan melakukan hal ini berulang hingga tiga kali, agar bisa mentransfer oksigen ke otak. Agar otak dapat bekerja dengan baik. Jangan lekas emosi walau pencetusnya sudah ada, coba kendalikan diri. Salah satu trik mengatasi cemas adalah dengan memperbanyak dan memperlama sujud.
Penting sekali mengenali diri anda sendiri. Bagaimana anda dibesarkan kenali diri anda, suami atau istri anda.
Memaafkan orangtua jika di masa lalu ada yang kurang berkenan. Karena orang melakukan beberapa hal karena motif, alasan, dan tujuan. Kita tidak pernah tahu apa dari motif, alasan, dan tujuan perlakuan orangtua dahulu terhadap kita. Tidak ada orangtua yang ingin mencelakakan anaknya.
Ubah cara anda mengasuh anak, karena anda sedang membekali pengasuhan cucu anda.
Jika kita memelihara rasa marah (perasaan negatif lainnya) maka hati akan membeku, mengeras, dan mendendam. Yang terbaik adalah memaafkan, merelakan dan mendoakan orang yang menimbulkan rasa negatif dalam diri kita. Inner child harus dibereskan. Persoalan ini harus dimasukkan ke dalam kurikulum pranikah.
to be continued
aini
Seorang ibu disleksik yang senang membacakan buku untuk anak-anaknya: Akib, Biyya, Faza, dan Kareem. Pencinta bahasa Indonesia. Bisa dihubungi melalui surel medicus_84@yahoo.com.
3 Comments
Yudi Randa
Terkadang, saya termasuk yang tidak terlalu setuju ketika dikatakan anak2 yanv main ke warnet itu melihat pornografi.
Pengeneralisir begini kadang2 memberikan efek yang juga negatif.
Misalnya, apakah kita bertanya kenapa dia main sampai subuh? Jangan2 dia main game. Lalu hasil dari game tersebut di jualnya. Sehingga jadi uang jajannya sehari2..
Intinya begini, khawatir itu baik. Tapi ketika di generalisir seperti kalimat diatas, saya rasa kurang tepat. Maaf bila tak berkenan
Ayu
Ah… keren. Penasaran tentang lanjutan ceritanya. Ditunggu ya!
aini
Baik Ayu… On progress lanjutan review seminar ini.