my world

Tantangan Hari#3

Tantangan Day#3

Adalah mengajak Faza ke masjid dan memberi pengertian supaya tidak membikin keributan selama salat dan ceramah. Usianya padahal sudah 2,5 tahun tapi karena anak pertamaku ada riwayat disleksia yang symptomnya kecil dulu juga hiper aktif, kulihat Faza kurang lebih begitu juga. Ada dorongan dari dalam dirinya untuk terus bergerak, melompat dan berbicara. Anaknya asli tidak bisa duduk diam dalam rentang waktu yang panjang, bahkan pendek. Lima atau tujuh menit itu bagus sekali, lainnya dia akan cepat bosan. Favoritnya di masjid adalah hijab pemisah antara makmum laki-laki dan perempuan. Biasa ada roda di bawahnya untuk memudahkan mobilisasi penyesuaian jumlah jamaah pria dan wanita, kan? Nah iti dia, Faza suka memainkan roda dan memindahkannya ke sana ke mari.

Aku masih cuti salat dan ikut saja supaya bisa mendengar sedikit tausiyah yang disampaikan Ustadz malam ini. Awalnya aku cukup di luar saja, ada dua ‘jamboe’ cukup besar di belakang masjid tersebut. Sekitat setengah jam Faza berputar mencari kesibukan. Dilihatnyanada balok panjang dia mulai mengangkat, memutar-mutar, dan mengetuk-ngetukkan balok tersebut. Aku hanya mengingatkan “hati-hati ya, kena kaki. Sakit.” Dengan mata berbinar dia hanya menatap Bundanya ini dan lanjut main.

Awal sampai Faza memang sudah minta masuk ke masjid, “Faza Olat… olaat!” Maksudnya dia ingin salat. “Tapi tunggu dulu ya Nak, kita duduk ngomong sebentar di pondok itu. Bunda mau bicara sama Faza.”

Setelah bosan main Faza minta masuk lagi, tapi katanya dia pup sambil menunjuk celananya. “Naah, tu udah pup baru bilang Bunda. Yok, kita cebok.”

Kalau ke masjid dan bepergian agak jauh aku masih memakaikan diapers, takut kejadiannya kayak begini. Lagipula toilet training Faza bisa lebih lama prosesnya karena dia alergian. Susu, telur, tongkol, dan coklat. Jadi harus banyak bersabar kalau sehari pipis sudah  berhasil, bisa saja sebentar lagi pupnya yang gagal.

Sampai di toilet ia melanjutkan sisa pup sampai selesai. Aku mencebokinya yang kelihatan sudah lelah dan lebih mengikuti intruksi dari bundanya ketimbang dorongan untuk bergerak terus dari dalam dirinya. Ia minta salat lagi di dalam masjid. Akhirnya kami buat kesepakatan di dalam masjid kita salat, tidak ribut, “ssstt.. sssttt.. ya, bicara pelan-pelan. Adek salat bukan lari ya!” Faza mengulang apa yang aku katakan itu sudah cukup. Kami masuk dan benar ia mencoba mengendalikan dirinya selama salat tarawih dan witir. Walau dalam durasi yang tidak mencapai satu jam, aku sangat bersyukur dan mengapresiasinya berkali-kali. Jamaah bubar dan Faza kegirangan, matanya yang mengantuk tadi nyalang lagi dan pergi menuju pemisah hijab untuk mulai memainkan rodanya. Aku tunggu beberapa jeda agar ia bisa bermain sebentar dan mengajaknya pulang. Di perjalanan pulang ia tertidur di pelukanku di atas motor yang kami kendarai.

Yuhu, sesuai janji Faza ngomongnya bisik-bisik saja.

Seorang ibu disleksik yang senang membacakan buku untuk anak-anaknya: Akib, Biyya, Faza, dan Kareem. Pencinta bahasa Indonesia. Bisa dihubungi melalui surel medicus_84@yahoo.com.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *