cerita ceriti,  Kuliah Bundsay IIP,  my little angels,  my world,  Self reminder

Menemukan Berlian dalam Binar Mata (Hari II)

Tantangan Game Level ke-7 Kelas Bunda Sayang IIP

Hari 2 (18 Mei 2018)

Adalah Hukma Shabiyya, putri kedua kami, suka sekali berbicara dan bergaul. Kami memberikan gelar Si Rumeh Biyya, yang di dalam Bahasa Indonesia bisa diartikan Biyya yang ramah. Ia paling suka berteman dan mengingat teman-teman baru maupun lama. Kalau ada teman TK-nya, ia yang kini kelas dua SD, usianya 8 tahun, ia sering berbisik kepadaku, “Bunda, itu teman TK Biyya lah.” “Oh ya? Disapalah…” terkadang ia mau terkadang tidak, dikalahkan oleh rasa sungkan.

Biyya tidak hanya ramah dan gampang bergaul. Sebagai anak tengah yang kurang diperhatikan dibanding kedua saudaranya, ia mau tak mau jauh lebih atraktif dan mandiri. Ia senang sekali dipeluk dan dicium. Ia sering mengungkapkan secara ekspresif keinginannya itu. “Bunda peluk Biyya, Biyya sudah siap membantu Bunda.” Begitu juga kalau ada yang tidak berkenan di hatinya, ia akan secara gamblang mengatakan kepadaku dan menyebut-nyebut jasanya. “Bunda, padahal Biyya udah banyak membantu Bunda, kenapa Bunda masih suka marah-marah sama Biyya.”

Benar adanya kami sangat terbantu dengan kemandiriannya. Pekerjaanku akan lebih ringan karena setiap pagi tak pernah direpotkan dengan segala remeh temeh perkara pensil dan baju-baju sekolahnya. Ia sudah menyiapkan malam hari sebelum berselancar di hutan kapuk.

Kamarnya pun kerap ia bersihkan sendiri, aku hanya mengawasi sepreinya sudah layak diganti atau tidak. Baju-bajunya ia tata sendiri ke dalam lemari. Saat aku coba asal memasukkan tak sesuai urutan yang ditemtukannya, maka ia akan memanggilku dan mencoba menjelaskan lagi bahwa urutan pertama adalah gaun untuk pergi-pergi, barus kedua itu baju-baju sekolah dan Tapak Suci (maksudnya pasti seragam yang rutin dikenakannya setiap ke sekolah atau pun latihan beladiri).

Ada hal yang lucu saat malam itu kami selesai berbuka puasa beserta peserta pengaderan lainnya, masih ada tersisa sekitar lima atau enam bungkus nasi berbuka. Sebelum tidur, karena semangatnya akan berpuasa dan ingin kuat sampai sore, ia tidak lupa sahur setiap hari. Jadi dia melihat nasi yang masih tersisa, ia tulis di bungkus nasi tersebut bahwa itu adalah nasi sahur buat Biyya. Disertai tanda panah dan ditaruhnya di samping bantal tidurnya.

Menjelang subuh, tepatnya saat akan sahur, kami menyaksikan dengan haru, bagaimana ia menyiapkan sahurnya sendiri. Teman yang lain pun tertawa melihat Biyya yang tidur di samping nasi bungkus yang bertuliskan “Untuk makan sahur Biyya, ini orangnya”, diikuti tanda panah mengarah ke dirinya yang sedang tertidur.

Demikian catatan Biyya di hari kedua aku melaporkan pengamatan.

Seorang ibu disleksik yang senang membacakan buku untuk anak-anaknya: Akib, Biyya, Faza, dan Kareem. Pencinta bahasa Indonesia. Bisa dihubungi melalui surel medicus_84@yahoo.com.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *