Waktu bergulir cepat dan akumulasi bulan itu menjadi hitungan satu tahun selang beberapa minggu lagi. Yup, kami berencana punya lima momongan –sebenarnya aku tidak begitu berani menyebutkan rencana ini– tapi katakanlah saat ini si bungsu Faza akan genap setahun. Kemudahan dan perkembangan gemilangnya seperti abang kakaknya dulu, semoga ini ungkapan syukur bukan takabur. Allah memudahkan banyak hal untuk kami terkait anak-anak. Hamil, menyusui, melahirkan, dan menemani tumbuh kembangnya. Paling tidak ini membuatku terlupa akan kesulitan-kesulitan yang kami alami di beberapa hal sebagaimana janji Allah di surat Al-insyirah “Sesungguhnya di setiap kesulitan ada kemudahan” dan aku amat layak menyebutkan sebagai wujud syukur.
Kembali mengenai Faza yang sudah tumbuh gigi, berat badan baik, sudah bisa berdiri dan melangkah satu atau dua langkah. Pintar bermain dengan Akib dan Biyya, juga betapa semaraknya rumah dengan suara sahutannya ketika kami berkata “ciluk” dan Faza berteriak “Baa”. Meminta dibacakan buku dengan cara menyodorkan buku pilihannya sambil berkata “uu.. uu” atau “hm.. hm” memanggil kakak dan abangnya. Mengikuti instruksi Biyya dan Akib saat. Kalau sedang bermain denganku di siang hari, Faza suka sekali bermain ciluk ba, menyembunyikan dan menampakkan wajahnya di balik dinding.
19 Agustus 2016
Faza menjelang dua tahun, bicaranya banyak sekali dan kosa katanya semakin kaya. Selain menggemaskan, kini ia bisa jadi pemantik cemburu Biyya bahkan Akib. Overall, they still love him aswell.
Kabar Akib saat ini agaknya semakin banyak menelan kecewa karena perbandingan yang tak sepadan yang ia saksikan di sekitarnya. Seperti keinginan ikut kemah ukhuwah di Sumbar yang tidak bisa kami kabulkan karena kami sudah menabung sedikit untuk keberangkatannya ke Malaysia bulan Januari 2017, kami tidak punya cukup budget mengenai hal-hal yang dikabarkan tiba-tiba. Tanggal 24 Agustus aku juga harus bertolak ke Jogja bersama Faza, ini menambah daftar protesnya. Tapi Akib memang anak yang blak-blakan, ia bisa mengatakan semuanya dengan terang. Walau aku sebagai ibunya agak sedikit kecewa atas ucapan kecewanya yang terlalu lugas, barangkali aku bisa sedikit maklum karena Akib tidak cukup dewasa untuk bisa menyematkan begitu banyak maklum di pundaknya. Singkatnya kami orangtua yang belum berhasil menanamkan sikap dewasa dan pengertian di diri Akib. Sedikit dewasa dan pengertian itu yang masih jadi PR besar kami berdua.
Biyya seperti biasa penuh permakluman dengan syarat dan ketentuan berlaku. Anak yang bisa dibujuk dan lebih dewasa dibanding kakak laki-lakinya. Semoga Allah benar-benar menganugerahkan kebijaksanaan sejak engkau kanak-kanak, ya, Hukma Shabiyya. Aamiin.
Catatan tentang tiga malaikat kami baru sampai di sini malam ini. Aku lupa tanggal tepatnya aku menulis catatan paragraf pertama dan kedua di atas. Barangkali sekitar empat bulan lalu.
