cerita ceriti,  Self reminder

Diskusi Kita

Akhirnya aku terlibat sebuah obrolan serius dengan Sa. Biasanya kami hanya haha-hihi saja.

“Harus tulus, Kak. Kalau ikhlas insyaallah berguna banyak.”

Benar sekali petuahnya. Kami lahir dari guru yang sama dan membuat isi kepala kami agak sedikit ‘perfeksionis’. Bagaimana pula itu? Dulu guru berkata, “Ain, kamu punya bakat, stok tulisan yang banyak, jangan cuma ingin lekas terbit setelah itu sudah. Zaman sekarang menerbitkan itu gampang, apalagi banyak itu lomba yang kita disuruh bayar pula. Menulis itu proses, jalani dan nikmati.”

Stok yang banyak kayak Abang ini. Hehe

Jadi, belajar saban hari menjadi sangat kami gemari. Kalau untuk terbit, kami sama…agak pemilih. Dengan dunia penerbitan indie yang terus merayu sana-sini sejak zaman kita ‘terj*nru’ dahulu, kita harus tetap sabar dan tabah. Bentuk fisik buku yang terbit memang acapkali membuat semangat menggebu, ada rasa bahagia nama tercetak di kaver buku, tapi seperti apa pencarian kita dan arti bahagia?

Semisal setelah terbit banyak sekali hal yang membuat pembaca kecewa. Ah, terserah! Itu kan dia, yang penting kita berkarya. Dia, mah, apa? Bisanya cuma protes, mengkritik sana-sini.

Aku merasa beruntung memiliki teman yang cerewet kalau masalah EBI. Kamu tahu berapa membayar editor dan proofreader? Hahaha… Nah, orang semacam sahabatku ini langka, andai kubisa, ia akan kubawa ke mana-mana seperti menggondol laptop. Namun ia terlalu mahal, apalagi kalau untukku komentarnya selalu, ayoo, Aini! Semangat! Kamu pasti bisa!

Lalu kapan dong, kamu ‘sambelin’ lagi karya aku?

Menerima kritik memang tidak mudah. Tidak sedikit pula yang ketika dikritisi semangat menulisnya jadi menguap bahkan hilang sama sekali.

Kembali pada Sa yang mengirimkan kalimat motivasi di atas, itu ketika kami didatangi beberapa orang yang ingin belajar menulis lalu kami ajak ‘mengikuti’ cara kami berproses. Lalu bukannya senang, malah merasa hambar dan memainkan logical fallacy.

“Eh, begitu komentarnya, memangnya dia udah punya berapa buku? Saya ini sudah menerbitkan 40 buku antologi, dua buku solo! Meremehkan indie, memangnya dia tidak pernah terbit indie? Awas nanti kalau sempat satu bukunya terbit indie!”

UPS! Kami sama sekali tidak punya masalah dengan penerbitan indie, bahkan kami membuka peluang untuk Anda jika ingin menerbitkan indie, tapi jika Anda datang untuk belajar bersama, maka cintailah sebuah proses. Tadi di awal katanya mau belajar, kan? Nah…nah…  #bigsmile

Seorang ibu disleksik yang senang membacakan buku untuk anak-anaknya: Akib, Biyya, Faza, dan Kareem. Pencinta bahasa Indonesia. Bisa dihubungi melalui surel medicus_84@yahoo.com.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *