Takbir Idul adha segera menggaung, aku sekeluarga sudah menelpon Umak akan pulang kampung. Persiapannya sejauh ini baru menitipkan mobil Mas Dantoro yang sedang pulkam ke Jogja bersama Tia dan anak-anaknya, titipnya ya ke Teh Ucue di Punge selaku tetangga dekat Tia. Hehe.
Sudah senang dalam hati, kemungkinan mobil Tgk. Ballah bisa dipakai selama 4 hari untuk pulang. Salah satu kebahagiaan kami empat tahun belakangan adalah berkumpul selaku keluarga inti dan menghabiskan banyak hari-hari bersama dan dikaruniai bu
ah hati baru yang tidak kalah lucu dari Bang Akib dan Kak Biyya. Jadi, kami memang belum memiliki kendaraan pribadi yang bisa mengangkut kami sekeluarga. Empat tahun lalu kendaraan roda empat yang diamanahkan ke Eun Yud sudah dikembalikan.
Dua hari lagi Pulkam, Akib pulang dari sekolah dengan bintil berdiameter kecil di pipinya. Aku sudah curiga, tapi karena suhu tubuhnya normal dan masih ngajak-ngajakin diskusi plus debat sejak pulang sekolah sampai bangun pukul 04.55, lalu membangunkan aku untuk membantunya mengonsep tausiyahnya untuk hari kamis itu. Aku abaikan bintil tadi, segera mengingatkannya untuk persiapan sekolah.
Sampai di sekolah Bu Khayra masih mengirim kabar mengenai Bang Akib yang tampil untuk tausiyah zuhur ini di Aula. Belum ada keluhan apa-apa. Pulang sekolah Akib kelihatan agak kurang fit. Ia juga bercerita kalau temannya Rasya terserang cacar. Ops, tanpa ba bi bu aku minta Eun Yud mengantar Akib ke klinik terdekat. Pulangnya sudah lengkap dengan Acyrclovir salep dan tablet 200mg. Akib positif cacar air. Kami batal pulang kampung.
Dengan berat hati aku menelpon Umak, Abak yang stand by mengangkat telpon dan membesarkan hatiku. “Jangan sedih, kamu nggak udah sedih karena yang paling penting di dunia ini adalah pulang ke kampung akhirat. Kampung dunia ini tidak ada apa-apanya. Abak juga tidak kecewa, karena dimana pun kamu berada asalkan selalu beramal saleh, Abak pasti dapat imbasnya. Sekali lagi, intinya tetaplah bersiap-siap untuk menuju kampung akhirat.” Masih panjang petuah Abak yang disampaikan dalam bahasa kami tentunya. Aku bela-belain pulang juga karena Umak kemarin spontan berujar kangen. Eun Yud juga bilang, kalau sudah begitu ayo, kita pulang. Tapi Allah punya rencana berbeda. Walhasil hanya keponakan kami Naufal yang berangkat pulang ke kampung dengan angkutan umum. Itu juga kabarnya sedang longsor di seputaran Aceh Besar membuat perjalanannya tertunda beberapa saat.
Well, balik lagi ke Akib yang mulai dibatasi ruang geraknya, ia lebih banyak tiduran di tempat yang sama. Kupikir perlu untuk meminimalisir kontaminannya di seluruh rumah. Kegiatannya membaca ulang komik-komik dan buku kesukaannya seperti Simple Thinking About Blood Type, ini semacam buku yang sering jadi referensi dia kalau ngobrol dengan teman-temannya. Ternyata Akib kurang piawai menggaet teman di awal-awal ia bersekolah. Barangkali saat bayi atau balitanya lebih sering bermain dengan Bundanya ketimbang anak seusianya. Waktunya banyak dengan mainan-mainan. Favoritnya puzzle, lego, video, dan buku-buku yang sering kubacakan sejak bayinya dulu. Akhirnya setelah beberapa tahun penyesuaian di SD, ia kini suka bercerita ha-hal baru, membuat anekdot dan sedikit sok gaul, begitulah. Misalnya, walau dia tidak main seluruh game karena aturan main di rumah kami, tapi ia berhasil menggali info dari teman-temannya mengenai game terbaru dan apa kelebihannya (contoh konkrit: game Pokemon Go). Sampai di rumah akan jadi ajang diskusi dan ujung-ujingnya debat. Tapi sehat lah ya, insya Allah.
Jadi buku-buku akan sangat membantu Akib tetap punya bahan cerita dan menarik perhatian kawan-kawannya yang punya lebih banyak ‘senjata’ seperti acara TV terbaru dan game-game kekinian tadi. Tapi sejauh ini aku senang, ada saja temannya yang cukup bijak atau gurunya yang nimbrung di obrolan mereka untuk menetralisir fenomena-fenomena yang sebagian kontroversial itu. Misal, oh yang seperti itu nggak baik, lho. Ternyata game GTA itu bukan buat anak-anak. Atau, ah banyak juga teman-teman yang tidak main game Pokemon Go.
Oh iya, Akib juga bukan tipikal bintang kelas yang punya nilai akademik cemerlang dan kudu jaim di depan teman-temannya. Target-target capaiannya standar saja, dia tipikal anak yang santai dalam belajar. Depend on teacher juga, beberapa mata pelajaran ia sukai karena gurunya asyik, katanya.
Besok sudah 10 Dzulhijjah dan aku sedang dalam siklus bulanan, tidak salat ied dan akhirnya tidak mendengar khutbah yang hanya setahun sekali itu. Sayang, ya? Tapi Akib tidak mungkin ditinggal ataupun diboyong ke tempat ramai. Bagaimanapun aku rasa tetap ada sisi baiknya, kita di rumah saja ya, Bang Akib. Ayah, Uncu, Biyya, Kak Kiya yang sedang berlebaran di rumah kami, Faza semuanya pergi menjemput daging qurban. Bunda dan Bang Akib menyiapkan segala bumbu di rumah. Alhamdulillaah, nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kau dustakan.
Taqabballaahu minna wa minkum. Kami sekeluarga mengucapkan selamat Idul Adha 1437 H.

One Comment
Yudhi Aswad
Cepat sembuh ya Bang Akib