Seolah siap dengan tantangan hari ini, Akib bangun dengan semangat baru. Selain karena semalam ia Kumpul Bocah, berpeluh-peluh mengayuh sepeda, boleh mencoba naik sepeda listrik, boleh memakai HP untuk bermain game dan dilanjutkan tidur bersama Azka dan Raihan di shelter yang diklaimnya sebagai markasnya dan kawan-kawan.
Di forum keluarga lalu ia malah meminta dibuatkan lobang pengintai di triplek yang ditempel di atas pintu. Triplek penyekat yang digunakan untuk menutup sudut atas shelter karena sulit jika menggunakan kayu lain. Demi melihat ayahnya menutup celah besar itu dengan triplek, ia pun meminta dibuatkan bolongan untuk mengintai, katanya. Aku teringat dulu saat seusia Akib pun sangat suka bermain bajak laut, super spy, dan detektif-detektifan. Maka aku pun setuju dengan syarat dia mau menunggu.
Semalam aku dan ayahnya mengecek shelter beberapa kali dan hingga pukul 00. 30 mereka belum tidur. Di situ aku tegaskan untuk langsung tidur tanpa alasan lainnya, karena esok walau libur namun tak boleh terlambat subuh berjamaah.
Tepat pukul 05.00 aku terbangun dan sadar kalau mesjid mulai menyetel suara orang mengaji. Segera aku ke shelter dan membangunkan bocah-bocah salih tersebut, memberi mereka jaket dan kemudian membangunkan Biyya dan ayah anak-anak.
Akib yang biasanya tidak suka kusuruh berjamaah ke masjid terlihat anteng saja dan tidak mengeluh. Dengan mengayuh sepeda, bocah-bocah menuju mesjid komplek sebelah. Di komplek kecil kami tidak ada mesjid.
Sepanjang pagi hingga pukul 08.30 Biyua dan Akib dalam mood yang baik. Mereka sarapan, Biyya mandi dan Akib masih mengayuh sepeda dan bermain di shelter.
Aku harus ke acara upgrading FLP di gedung DILo di Kampung Baru. Estafet pengawasan kuserahkan pada ayahnya sementara aku membawa serta Faza diacara tersebut.
Pengawasan selanjutnya secara estafet dipindahkan sepenuhnya ke ayah anak-anak. Hingga pukul 16.00 semua terkendali. Bahkan saat Ayah mengajak anak-anak makan siang di Jala Cafee dan Akib tidak diijinkan memesan minuman yang terlalu dingin karena sedang kumat alerginya, Akib hanya merengut sedikit. Ia bertahan untuk tidak tantrum.
Faza yang ikut bersamaku sangat kooperatif. Rangkaian acara hingga lepas Asar pun bisa diikutinya tanpa rewel yang berarti. Aku memang sudah menyiapkan amunisi seperti buku-buku Dinosaurus kesukaannya, miniatur hewan, dan beberapa cemilan untuknya.
Sampai ke rumah dengan Grab, aku langsung berberes sedikit dan meninggalkan Faza yang tadi ketiduran saat jalan pulang di kamar. Aku langsung menuju rumah tetangga yang sedang mendapat giliran arisan komplek. Bertemu Akib dan Biyya, menyalami dan meminta Biyya untuk kembali ke rumah mengawasi adiknya yang sedang tidur di kamar.
Aku mengobrol dengan suamiku yang sudah lebih dulu sampai tepat waktu di lokasi tersebut. Kemudian menemui Ibu Kepala Komplek untu menyetor uang sosial.
Saat mengobrol dengan tuan rumah, Biyya datang menggendong adiknya yang ternyata sudah bangun. Faza kuajak makan lontong dan saat kumandang azan Magrib tiba, aku sudah kembali ke rumah dan menyaksikan Biyya mulai merengut karena tidak diizinkan bermain ke rumah Afra malam ini. Ia juga tidak mandi sore karena asiknya bermain mengayuh sepeda. Ayah anak-anak menanti jamaah namun semua kocar-kacir. Dimana aku juga belum berbenah, Faza rewel tidak mau diganti bajunya yang sudah berpeluh. Biyya terus merengek dan ayahnya mulai meninggi sedikit menegaskan tidak ada ijin untuk bermain malam senin ke rumah teman lainnya. Waktunya mempersiapkan perlengkapan sekolah untuk esok hari. Kondisi mereda sekitar satu jam kemudian. Faza kembali ceria setelah berhasil kubujuk mandi. Ia lebih terlihat segar dan siap untuk tidur. Perutnya juga kenyang makan lontong di acara arisan tadi.
Saat Ayah bersuara sedikit tinggi, Akib bergumam kepadaku “Ayah kena SP 1, Akib hari ini nggak ada marah-marah.”