cerita ceriti,  my world,  Parenting

Homeschooler Gathering, Ajang Pertemuan Para Homeshcooler Aceh

Banda Aceh – Untuk pertama kalinya para praktisi homeschooling Banda Aceh dan Aceh Besar berkumpul dalam ajang pertemuan para homeschooler. Acara ini didukung penuh oleh Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Aceh, diadakan di Gedung Dakwah Muhammadiyah, jalan KHA. Dahlan nomor 7, Merduati.

“Homeschooling adalah istilah yang disematkan pada keluarga yang memilih jalur nonformal untuk pendidikan anaknya. Dalam homeschooling, orang tua bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak-anaknya. Penyelenggaraan pendidikan anak oleh keluarga sebagaimana yang dilakukan oleh keluarga homeschooling adalah sebuah kegiatan yang legal dan dijamin oleh hukum. Keluarga sebagai bagian dari masyarakat dijamin haknya oleh UU no 20/2003 untuk menyelenggarakan pendidikan bagi putra-putrinya. Sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945 dan UU Sisdiknas, setiap warga negara mendapat jaminan dan perlindungan untuk memperoleh pendidikan berkualitas. Setiap anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan sesuai minat bakat dan kemampuan anaknya (Pasal 12).” Terang Syarifah Aini salah satu panitia penyelenggara acara.

Selain diskusi atau bincang ringan, diadakan pula pameran hasil karya delapan anak homeschooler. Masing-masing anak memajang hasil karyanya dengan tema berdasarkan keahlian masing-masing. Agha dengan Fotografi dan Desain Animasi (Digital Painting), Fathan dengan tema Food and Art, Noni memilih tema Cooking and Handycraft, Sinyo dengan keunggulan fotografi memamerkan hasil jepretannya, Rindu sebagai Cat Behaviourist membawa serta kucing kesayangannya, Michel memperlihatkan hasil karyanya berupa Knitting, Kokoru, Decoupage, dan Machrame, Akib dengan kepiawaiannya sebagai Video Creator, dan Khansa memenuhi meja stannya dengan karya bertema Craft and Graphic Design.

“Banyak sekali pertanyaan lewat jalur pribadi kepada saya mengenai bagaimana menyelenggarakan homeschooling dalam keluarga kami, ada pula yang menanyakan berapa biaya per bulan yang harus disiapkan jika anak ingin homeschooling. Jadi, ajang silaturahmi kali ini sebenarnya untuk bisa saling berbagi mengenai apa dan bagaimana homeschooling itu, walau sebenarnya kita memiliki versi sendiri beradasarkan kebutuhan keluarga dalam menyelenggarakan homeschooling,” ujar Laila Muhammad Dib salah seorang praktisi yang sudah memulai homeschooling sejak anak pertamanya berusia 6 tahun, saat ini Michel sudah berusia 10 tahun.

Lain pula yang dialami Maria Ulfa, salah seorang panitia penyelenggara Homeschooling Gathering yang saat ini merupakan anggota Departemen Pendidikan Nasyiatul Aisyiyah Aceh, awalnya menyelenggarakan homeschooling untuk anak-anaknya adalah karena permintaan anak sendiri yang merasa tidak cocok dengan sistem sekolah konvensional yang tidak mungkin mengakomodasi seluruh kebutuhan anak-anak. Anak keduanya Noni merupakan anak cerdas berbakat.

Acara yang dihadiri kurang lebih 50 peserta tersebut juga sebagai wadah aliran rasa bagi para home educator atau pengajar anak-anaknya di rumah, karena sebagian besar yang hadir sudah mulai menyelenggarakan sekolahrumah dan merasakan suka duka menjalani homeschooling.

“Lingkungan saya masih menganggap bahwa anak yang tidak sekolah itu berarti orang tuanya tidak punya biaya menyekolahkan anaknya. Jadi banyak pertanyaan bahkan cemoohan yang saya terima karena memutuskan untuk menyekolahrumahkan Fathan,” aku Ani yang memilih jalur homeschooling karena anaknya di-bully di sekolah.

Lain pula dengan Dedi, orang tua Agha yang memutuskan untuk homeschooling karena merasa mendapatkan pencerahan mengenai home education, pendidikan yang berbasis rumah. “Agha secara akdemik baik dan nilai rata-rata di sekolahnya dulu masuk dalam tiga besar, tapi kami memilih jalur ini karena merasa lebih cocok mendidik sesuai dengan minatnya.”     

Hadir pula di acara tersebut beberapa orang tua yang sudah merencanakan jalur homeschooling untuk anak-anaknya. Selain mendengar langsung bagaimana proses homeschooling dari para praktisi, peserta bincang juga menanyakan mengenai legalitas sekolahrumah dan bagaimana jika anak homeschooling menginginkan ijazah. Seluruh peserta antusias bertanya dan para praktisi menjawab berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka dalam menjalani homeschooling.[]

Seorang ibu disleksik yang senang membacakan buku untuk anak-anaknya: Akib, Biyya, Faza, dan Kareem. Pencinta bahasa Indonesia. Bisa dihubungi melalui surel medicus_84@yahoo.com.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *