cerita ceriti,  my world

Sesi Terapi

Sudah hampir empat bulan menemani Ayus konsultasi dan nimbrung di sesi terapinya. Aku masih bisa mengingat celetukan Mbak Inge “Itu berarti Aini bisa belajar sesuatu lebih cepat.” Nah, itu saat aku ungkapkan kalau seringkali aku merasa ‘de javu’.

Ya, empat bulan yang mengenyangkan ingin tahuku tentang dunia psikologi, walau hari ini aku mulai lapar lagi. Sangat menarik dan terkadang datang keinginan merutuki diri karena dulu tidak memasuki dunia ini lebih dini, rasa itu berusaha kubuang jauh-jauh.

Ah, well. Kurasa aku juga bukan orang yang mampu melakoni semua ini. Bagiku bermain di ranah sugesti dan perasaan begitu berat. Duniaku dengan pengobatan hewan-hewan dan uji coba di laboratorium atau kajian-kajian ilmiah lainnya melalui referensi yang disediakan tentu lebih ‘aman’ dibanding melakoni tokoh terapis, konselor, maupun psikolog. Ya, ya, ya… ketiganya tidak sama mungkin, tapi tugas itu teramat berat. Memperbaiki dan menyembuhkan jiwa, mengobati sesuatu yang tidak tampak. Seolah ia melihat sesautu yang invisible. Yup, tentu saja tak semudah saat mendiagnosa sebuah penyakit yang gejalanya terlihat secara fisik.

Dalam terapi, kita banyak saling mengisi, menyugesti, menyelami banyak sisi. Hidup terlalu berharga untuk kita sia-siakan meraup manfaat. Betapa berharganya setiap denting detik jam untuk berpikir positif. Mari mengingatkan diri sendiri dan minta bantuan orang terdekat kita untuk mengingatkan kita juga.

Ya, Eun Yud. Mari…

 

 

image

Photo by google

Seorang ibu disleksik yang senang membacakan buku untuk anak-anaknya: Akib, Biyya, Faza, dan Kareem. Pencinta bahasa Indonesia. Bisa dihubungi melalui surel medicus_84@yahoo.com.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *