Penampilan putri kami kalau sedang di rumah. Kaos oblong dan celana pendek, the same outfit with her brother
Hari kedua Kak Biyya izin dari sekolahnya. Demam dan flu melanda, terkadang ada keluhan sakit kepala juga. Biyya banyak tidur kalau sudah mulai sakit. Alhamdulillaah, walau tidak selahap biasanya, Biyya tetap mau makan, minum teh atau minum susu. Bunda akan coba menyimak semua perkataannya, menjawab setiap pertanyaannya, membantu memenuhi permintaan sederhananya, seperti menyeduh air panas untuk teh/susu, memanaskan air mandi, bahkan untuk hal yang biasa sudah dikerjakan secara mandiri oleh Biyya, seperti menyanduk nasi dan makan.
Saat Bunda menulis ini, Biyya yang baru kelar mandi dan sedang makan pizza mini kesukaannya, teruuus bertanya dan bercerita. Tentang kegiatannya di sekolah kalau pukul 10, tempat ia biasa jajan, jajan apa saja. Biyya bertanya apa yang sedang Bunda tulis, kenapa di tempat kita tidak pernah turun salju, dan lain sebagainya.
“Kalau jam 10, kawan-kawan Biyya jajan di belakang. Ada kantin keciiil kali, dekat rumah Pak Budi.” Kisahnya dan langsung membuat Bunda merasa was-was. Karena setahu Bunda rumah Bang Budi di luar pagar sekolah. Tapi setelah bertanya dan Biyya menjawab lebih detail, kantin yang di belakang itu masih dalam pagar sekolah. Bunda merasa lega. Selanjutnya membatin, terkadang Bunda tak adil, kenapa memilih-milih dalam menyimak lebih cermat cerita anak? Seharusnya semua cerita didengarkan dengan antusias. Bukan hanya dengan tanggapan “hmm”, “iya”, dan “oya?”. Tapi cerita dan pertanyaan Biyya banyak sekali tak ada henti, bahkan saat Bunda sudah minta izin beberapa jenak untuk menulis tanpa dibombardir ratusan tanya. But that’s Biyya. I love her anyway.