Saat ini jarang kita temui orang yang tidak bisa mengendalikan dua stang kuda besi, menyalakan mesinnya membuat roda bergulir hingga menekan gas sampai full, melaju di jalan raya dan menyalip-nyalip kendaraan lain yang bodinya jauh lebih besar. Bahkan saat ini, ketika membawa pulang sebuah motor matic keluaran baru begitu mudah, anak-anak sekolah yang usianya belum layak mengemudi sepeda motor pun, sudah punya motor pribadi untuk berangkat ke sekolah. Penyebabnya apalagi kalau bukan karena alasan kepraktisan dan orang tua tak perlu repot mengantar jemput anaknya ke sekolah. Orang tua bisa bekerja lebih fokus mencari uang, terutama untuk mencicil pembayaran motor matic keluaran terbaru tadi dan jangan lupa membayar uang asuransi atau mencicil/menabung jika anak yang tidak memiliki surat izin mengemudi dibiarkan mengendarai sepeda motor sendiri, kemudian ditilang polisi atau bahkan mengalami kecelakaan. Semoga hal yang disebutkan terakhir tidak terjadi.
Padahal pemerintah Aceh, melalui Dinas Perhubungan, sudah menyediakan layanan transportasi publik berupa bus Trans Koetaradja yang sejak pertama beroperasi di bulan April 2016, hingga hari ini di bulan Maret 2022, masih memberikan pelayanan secara cuma-cuma alias gratis. Untuk bisa menikmati perjalanan nyaman bersama bus Trans Koetaradja, warga hanya bersiap menunggu di halte yang sudah disediakan.

Bus dengan kapasitas 76 penumpang itu terdiri atas 26 seat dan disediakan pula empat seat khusus disabilitas dan ditambah dengan 50 pegangan atas. Kami sekeluarga sering menggunakan jasa bus Trans Koetaradja untuk berkeliling kota Banda Aceh. Selain ingin menikmati kenyamanan fasilitas yang diperuntukkan bagi seuruh warga Banda Aceh dan sekitarnya ini, alasan lainnya karena kami hanya memiliki satu sepeda motor di rumah, sementara anggota keluarga kami sudah bertambah ramai, anak tertua masih belum 18 tahun dan belum kami izinkan leluasa berkendara di jalan raya, walau postur tubuhnya sudah memadai untuk mengendalikan sepeda motor, kaki dan tubuhnya sudah cukup kuat menopang kuda besi itu, kami tetap tidak mengizinkannya untuk berkendara sendiri di luar kompleks perumahan. Menurut hemat kami, berkendara di jalan raya bukan hanya membutuhkan kematangan fisik, tetapi juga psikis.
Saya sendiri sangat miris menyaksikan anak-anak berseragam sekolah pagi dan sore pergi dan pulang berboncengan dengan temannya yang lain, bahkan ada yang naik hingga tiga orang di boncengan belakang. Fisik mereka memang sudah memiliki kemampuan mengendalikan stang dan menyesuaikan bobot tubuh dengan sepeda motor, tetapi sekali lagi seperti saya katakan tadi, bahwa secara psikis mereka belum siap menggunakannya.
Padahal jika ditilik, memanfaatkan jasa transportasi umum sangat menguntungkan kita sebagai warga. Pertama, kita bisa mengurangi emisi karbon dioksida yang artinya kita punya andil menurunkan tingkat polusi udara yang berasal dari kendaraan bermotor. Sebagai warga, secara otomatis kita juga menghemat cadangan bahan bakar nasional. Naik Trans Koetaradja jauh lebih hemat jika dibandingkan dengan menggunakan mobil atau motor sendiri. Kalaupun warga harus berjalan untuk bisa mencapai halte yang disediakan, hal itu tentu mampu meningkatkan mobilitas tubuh dan berdampak untuk kesehatan. Pelayanan yang diberikan kondektur–karena saya selalu membawa anak saat naik Trans Koetaradja—juga sangat santun dan ramah. Sopir tak pernah ugal-ugalan karena dalam sebagian besar bus yang saya tumpangi, ada tercantum nomor ponsel untuk pengaduan jika ada hal kurang nyaman selama perjalanan.

Memanfaatkan transportasi publik semacam bus Trans Koetaradja juga bisa mengasah empati. Apalagi di zaman serbadigital ini, orang-orang telah pula dipaku oleh layar datar yang praktis membuat masing-masing diri menjadi semakin indiviualis. Jika ditambah lagi dengan selalu berkendaraan pribadi, warga tak pernah saling kenal ataupun sapa. Tidak semua suka diajak mengobrol panjang, tetapi dalam perjalanan tidak ada larangan untuk saling menyapa dan berkenalan. Menaiki kendaraan umum, turut merasakan bagaimana mengantre, berbagi tempat duduk dengan penumpang prioritas, dan banyak hal lain yang membuat empati kita semakin terasah dam terarah.
Hal yang paling penting, saya rasa adalah agar kota lebih tertib, anak sekolah tidak lagi melanggar aturan berkendara. Warga bisa hidup nyaman dan aman, tidak perlu khawatir anaknya ugal-ugalan di jalan raya, tidak merasa was-was jika ada razia polisi, dan lain-lain. Penting juga bagi pendidikan anak, bahwa mematuhi aturan berkendara—seperti tidak membawa sepeda motor bagi anak-anak di bawah umur—adalah hal yang penting untuk dipatuhi.[]